Suku terasing suku Proto Melayu, sebuah mitos sejarahwan

Sejarah Indonesia yang diajarkan masa kini masih berupa teori usang tentang migrasi ras ke Indonesia. Dalam teori tersebut dikatakan bahwa penduduk Indonesia bermigrasi melalui tiga tahapan yakni: 1. Ras Weddoid
Ras weddoid bermigrasi ke nusantara sesudah zaman es terakhir. Sisa-sisa nenek moyang mereka adalah orang Sakai, orang Hutan dan orang Kubu.
2. Ras Proto Melayu (Melayu Tua)
Orang Proto Melayu bermigrasi ke Indonesia tahun 2.500 - 1.500 SM. Mereka adalah pendukung kebudayaan zaman Batu Baru. Sisa-sisanya: Suku Talang Mamak, Suku Laut, Suku Batak, Suku Anak Dalam, Suku Nias dan Suku Dayak.
3. Ras Deutro Melayu
Orang Deutro Melayu bermigrasi ke Indonesia sesudah tahun 1.500 SM. Kedatangan mereka menyebabkan orang Proto Melayu menyingkir ke hutan.

Teori ini sebenarnya teori gampangan berdasarkan pemikiran yang singkat tentang keadaan suku-suku terasing di Indonesia dan menghubungkannya dengan teori tentang migrasi suku-suku di Eropa. Beberapa suku yang dinyatakan sebagai golongan Proto Melayu dalam kenyataannya memiliki keadaan fisik dan budaya (bahasa) yang hampir sama dengan kelompok yang digolongkan Deutro Melayu. Beberapa suku yang digolongkan berasal dari ras terpisah yakni Suku Talang Mamak dan Suku Kubu, memiliki struktur kemasyarakatan, kepercayaan sejarah dan bahasa yang hampir mirip.

Ras Melayu
Ras Melayu adalah ras mongoloid yang bercampur dengan Dravida yang berkulit hitam dan Aria yang berkulit putih. Proses pencampuran ras tersebut berjalan tidak sama pada masing-masing daerah di Indonesia.

Orang-orang Melayu berasal dari daerah Tibet dan Cina. Di daerah ini sering terjadi pergolakan antar kelompok. Kelompok yang kalah menghiliri Sungai Salween (Burma) dan Sungai Mekong (Indocina). Kelompok yang semula menang didatangi kelompok baru yang berhasil mengusir mereka. Kelompok yang terusir kemudian migrasi ke tempat migrasi kelompok yang semula digeser mereka sehingga akhirnya semakin tergeser hingga pada akhirnya sampailah nenek moyang Indonesia ke kepulauan nusantara.

Setelah menetap di kepulauan nusantara, selain kedatangan sesama ras mongol, nenek moyang Indonesia juga kedatangan pendatang lain dari ras berbeda. Pendatang ini juga merupakan kelompok yang kalah persaingan di tempat asalnya.

Kelompok pendatang pertama adalah ras wedoid dari Asia Selatan (DT Dekan) yang mendarat di Bagasasi (Bekasi) sekarang dan di daerah Sibolga. Secara umum, mereka lebih unggul daripada nenek moyang mongoloid bangsa nusantara yang ada saat itu. Selain membentuk struktur kenegaraan yang lebih rapi (kerajaan) mereka juga membawa kebudayaan dan agama yang pada akhirnya diikuti oleh penduduk lokal. Ras weddoid pembawa ajaran Hindu ini kemudian tidak mampu mempertahankan kerajaannya dan berpindah ke timur ke daerah Jawa Tengah. Kedatangan orang-orang wedoid dalam jumlah besar inilah yang menyebabkan sebagian masyarakat suku Jawa memiliki ciri fisik Weddoid yang agak kental di mana mereka memiliki tubuh yang lebih tegap dibandingkan rekan-rekannya yang lain.

Kelompok kedua adalah ras Aria dari Srilanka dan India Utara (Gujarat, Kasmir dan Himalaya). Pada mulanya mereka mendatangi Asia Tenggara dan membentuk kerajaan Budha yang kuat di sana (Funan) yang menguasai daerah sekitar Laut Cina Selatan dan Selat Melaka. Serangan yang bertubi-tubi yang dialami menyebabkan mereka terdesak dan migrasi ke Sumatra, Kalimantan, Filipina, dan Semenanjung Melaka, Pulau Hainan dan Formosa.Sebagian kecil masih bertahan di delta Mekong yang kemudian dikenal sebagai masyarakat Campa. Kelompok ini membawa agama Budha dan selanjutnya dari tempat yang baru mereka mendirikan kerajaan Sriwijaya.

Kedua kelompok ini sering melakukan kontak, dan karena kelompok Budhis lebih cenderung berbudaya maritim sebaliknya kelompok Hindu cenderung agraris. Akibat perbedaan kecenderungan ini, masyarakat dari budaya Aria kemudian mendominasi tidak hanya di wilayah kerajaan Sriwijaya, tetapi juga di wilayah-wilayah pelabuhan daerah kekuasaan Weda. Akibatnya terjadilah percampuran di antara kedua kelompok ini yang selanjutnya keturunan campur ini juga kemudian ada juga yang pindah ke daerah asal kelompok Aria.

Tidak semua etnis mongol yang ada saat itu dapat menerima pengaruh dari luar ras ini. Mereka yang tidak terpengaruh ini kebanyakan memilih mengasingkan diri ke pulau di barat Indonesia yang kemudian menjadi etnis Nias dan Mentawai yang sampai beberapa abad lamanya masih mempertahankan budayanya.Sementara di Sulawesi masyarakat Toraja mengasingkan diri di pegunungan.

Kedatangan Islam
Agama Islam masuk ke Indonesia beberapa periode. Periode pertama adalah periode Khulafaur Rasyidin dan Umayyah. Periode berikutnya adalah periode dinasti Fatimiyah di Mesir yang membawa aliran Syiah. Namun, aliran ini tidak berkembang di Indonesia. Barulah setelah munculnya kelompok-kelompok sufi beraliran Sunni yang membawa mazhab Syafi'i yang fleksibel untuk diterapkan di Indonesia, agama Islam berkembang pesat di Indonesia. Para pedagang dan pengembara Islam ini adalah ras Kaukasoid sebagaimana orang Aria yang banyak kawin mawin dengan penduduk tempatan dan hampir di semua tempat di nusantara.

Sama seperti proses masuknya budaya Hindu dan Budha di Indonesia ada sebagian masyarakat yang menolak.

Sebagian elit Majapahit mengasingkan diri ke Gunung Bromo dan dikenal sebagai suku Tengger.
Sebagian elit Pasundan mengasingkan diri menjadi suku Badui.
Masyarakat Hindu Keharingan di Kalimantan mengasingkan diri menjadi suku Dayak.
Masyarakat Haru di Sumatera mengasingkan diri ke hulu Deli dan menjadi orang Karo.
Masyarakat Hindu Tapanuli mengasingkan diri ke daerah Toba dan menjadi suku Batak.
Masyarakat Sriwijaya yang menolak menghilangkan kebiasaan memakan babi memilih mengundurkan diri ke hutan dan kemudian dikenal sebagai Suku Anak Dalam (Kubu), Talang Mamak, Sakai, Delik, Dayun, Bonai dan Petalangan.
Akibat pengasingan diri, tentu saja mereka tidak mampu lagi mengembangkan kebudayaannya sehingga ajaran-ajaran agama mereka hanya tinggal yang penting-penting saja, umpamanya mantra-mantra yang sebenarnya berasal dari(terjemahan) Kitab Weda.

Suku terasing dunia Melayu Sumatera
Suku-suku terasing di dunia Melayu Sumatera (Kubu,Talang Mamak, Sakai, Delik, Dayun, Bonai dan Petalangan) secara umum mengatakan bahwa asal usul mereka dari Pagaruyung (Sumatera Barat). Pada zamannya, mereka adalah orang-orang penting Pagaruyung di tempat mereka, sebab secara turun-temurun mereka mewariskan gelar-gelar penting kerajaan seperti:
1. Patih
2. Temenggung (Patih dan Temenggung adalah gelar dari dua tokoh puncak dalam Pagaruyung).
3. Tengganas /Tengganai = saat ini dipakai anak dalam untuk pemimpin tertinggi komunitas yang tidak bisa ke mana-mana, sebaliknya temenggung dalam masyarakat Anak Dalam (Kubu) boleh dipanggil.
4. Depati
5. Mangku (pemimpin rakyat dan pemberi aturan)= Mangkubumi
6. Menti (Wakil Mangku) = Menteri
7. Anak Dalam = orang kepercayaan mangku, pengkaji kesalahan rakyat.
Gelar-gelar tersebut masih dapat kita jumpai pada suku-suku terasing dunia Melayu Sumatera seperti Bonai, Kubu, Talang Mamak, Sakai, Delik, Dayun dan sebagainya.

Pagaruyung pada zamannya memperebutkan kepemimpinan Melayu dengan Melaka. Dari wilayah pengaruh Melaka, kelompok yang mengasingkan diri kemudian dikenal dengan nama orang Laut, di antaranya suku Duano, Mesuku dan sebagainya.
Masyarakat terasing di dunia Melayu memiliki kemiripan bahasa dengan masyarakat Melayu biasa, suku terasing di daratan mirip dengan bahasa Melayu dialek Minang dan suku Laut dengan bahasa Melayu dialek Lingga.

Komentar

Unknown mengatakan…
sangat menarik dan membuka cakrawala.

Top Searching

Postingan Populer